Sabtu, 06 Agustus 2011

Ikan Kembung Kuah Asam Pedas

Nih enak, mamaku biasa masak. Buat yang ga suka pedas, cabenya jangan banyak. Tapi lebih maknyoss kalo pedas haha..


Papaku ga mau makan pedas, ga mau asem, ga mau terasi huhu.. ribet dah masakin buat papa. Aku pernah coba masak ikan ini tanpa terasi, cabe, asam. Hmm rasanya? Ancur! wkwkwk

 
Bahan
  • 400 gram ikan kembung banjar
  • 1 sdt asam jawa, larutkan dengan 50 ml air
  • 3 sdm minyak untuk menumis
Haluskan
  • 6 butir bawang merah
  • 3 siung bawang putih
  • 3 buah cabai merah keriting
  • 3 cm kunyit
  • ½ sdt terasi goreng
  • 1 sdt ketumbar sangrai
  • 1 sdt garam
  • 1 ½ gula pasir
  • ½ sdt penyedap, bila suka 
  • 2 cm lengkuas, memarkan
  • 2 batang serai, memarkan
  • 300 ml air
  • 1 ikat kecil daun kemangi, ambil daunnya


Cara membuat
  1. bersihkan ikan, gurat dibeberapa bagian. Lumuri dengan air asam. Sisihkan.
  2. panaskan minyak, tumis bumbu halus sampai harum dan matang. Beri air dan biarkan mendidih. Masukkan ikan kembung, masak sampai ikan matang. Masukkan daun kemangi, angkat.Sumber

    Tips Membersihkan Perhiasan

    Tak semua orang memiliki waktu untuk membersihkan koleksi perhiasannya di tempat khusus. Untuk menghemat waktu dan biaya, Anda bisa melakukannya sendiri, asalkan tahu langkah tepatnya.

    Berikut beberapa kiat untuk membersihkan perhiasan seperti yang dikutip dari Lushae Jewelery.

    Sebelum membersihkan, pastikan perhiasan Anda dalam kondisi prima, misalnya, tidak ada mata (batu) yang akan lepas. Karena, bisa saja, batu-batuan itu terlepas saat Anda membersihkannya.

    Perhiasan emas
    Untuk perhiasan dari emas, cukup rendam di dalam air hangat yang dicampur deterjen. Rendam selama 1-3 menit. Jangan gunakan cairan pembersih yang mengandung klorin atau amonia, karena akan merusak warna alami dari logam emas. Setelah direndam, gunakan sikat gigi bekas untuk menggosok perhiasan Anda dengan lembut. Hal ini akan membuat perhiasan kembali bersinar layaknya baru dibeli. Setelah itu rendam kembali di air hangat yang bersih (tanpa deterjen), dan keringkan dengan kain yang lembut.

    Perhiasan perak
    Karena iklim Indonesia yang lembap, biasanya perhiasan dari bahan perak lekas berubah warna (menghitam). Anda bisa mengembalikan warna perak itu seperti semula. Caranya, siapkan wadah cangkir atau mangkuk untuk merendam. Lapisi bagian dalamnya dengan kertas aluminium.

    Letakkan perhiasan Anda di dalamnya, lalu bubuhkan baking soda di atasnya hingga seluruh permukaan perhiasan tertutup. Setelah itu, tuangkan air panas ke dalam wadah tadi hingga timbul buih dari baking soda. Saat buihnya mulai menghilang, keringkan perhiasan itu dengan kain halus. Anda bisa mengulangi proses tadi hingga perhiasan terlihat bersih dan warna hitamnya menghilang.

    Berlian
    Kilau berlian saat pertama kali dibeli sangatlah menarik. namun seiring waktu, kilau itu menghilang jika tidak dibersihkan. Cara membersihkan batu berlian cukup mudah. Gunakan cairan amonia untuk mengembalikan kilaunya. Namun ingat, jangan sampai cairan amonia itu mengenai logam/emas yang menjadi rangka batu berlian tersebut.

    Mutiara
    Mutiara adalah salah satu jenis perhiasan yang klasik dan tak lekang oleh waktu. Cara membersihkannya pun mudah. Cukup rendam perhiasan di dalam air ber-PH netral. PH netral bisa didapat dengan mencampur air dan sabun khusus bayi. Rendam sebentar lalu keringkan. Perhiasan mutiara Anda akan kembali bersinar.

    Sebagai saran akhir, jangan membersihkan perhiasan di wastafel atau bak cuci piring. Lebih baik gunakan baskom, atau mangkuk kecil sebagai wadahnya. Hal ini mencegah perhiasan Anda jatuh ke lubang wastafel atau tempat cuci piring.

    Plus tips dari aq:

    Imitasi ( Bisa Menghitam )
    Lap setiap perhiasan setiap kali setelah dipakai dengan kain attau tissu kering, lalu masukkan terpisah ke dalam kantong seal masing-masing untuk menecegah karat pada perhiasan yang mudah berkarat. Jangan terkena parfum ataupun body lotion. Semprotkan parfum pada pakaian dan oleskan body lotion (tunggu sesaat hingga mengering) baru memakai perhiasan.

    Sudah Menghitam
    Bubuhkan bedak padat fanbo (kemasan kotak, ada gambar oshin) pada tissu atau kain, lalu lap. Bersihkan sebelum hitamnya menempel karena akan menjadi sulit dibersihkan. Ulangi hingga bersih.

    Untuk Manik-Manik atau Mata Perhiasan
    Agar permata pada perhiasan imitasi tidak mudah lepas, oleskan kutek bening. Jangan khawatir, pada awalnya permata akan terlihat buram (saat kutek belum mengering), teteapi saat mengering, maka kutek tidak akan terlihat lagi, dan manik-manik anda akan terlindungi sebuah lapisan transparan. Ulangi jika perlu agar lapisan pelindung semakin kuat

    Kisah Bintang Laut

    A Starfish Story

    Sebuah kisah yang mengingatkan kita bahwa perubahan dan kebaikan sekecil apapun yang kita lakukan, tidak akan pernah sia-sia!!!



    Original Story by: Loren Eisley

    One day a man was walking along the beach when he noticed a boy picking something up and gently throwing it into the ocean. Approaching the boy, he asked, “What are you doing?” The youth replied, “Throwing starfish back into the ocean.The surf is up and the tide is going out. If I don't throw them back, they'll die.”  “Son,” the man said, “Don't you realize there are miles and miles of beach and hundreds of starfish? You can't make a difference!” After listening politely, the boy bent down, picked up another starfish, and threw it back into the surf. Then, smiling at the man, he said, “I made a difference for that one.”



    Cerita Asli oleh: Loren Eisley

    Suatu hari seorang pria sedang berjalan sepanjang pantai ketika ia melihat anak laki-laki mengambil sesuatu dan dengan lembut melemparkannya ke laut. Mendekati anak itu, ia bertanya, "Apa yang kamu lakukan?" Si pemuda menjawab, "Melemparkan bintang laut kembali ke laut. Surfing ini dan air pasang akan keluar. Jika saya tidak membuang mereka kembali, mereka akan mati. "Nak," kata pria itu, "Kau tidak menyadari ada bermil-mil pantai dan ratusan bintang laut? Anda tidak dapat membuat perbedaan! "Setelah mendengarkan dengan sopan, anak itu membungkuk, mengambil bintang laut lain,dan melemparkannya kembali ke dalam ombak. Kemudian, tersenyum pada pria itu, ia berkata, "Saya membuat perbedaan untuk yang satu"

    Sekantong Tahi Sapi

    Sekantong Tahi Sapi, sebuah ceramah yang sangat berkesan bagi saya hingga sekarang. Ceramah yang dikemas oleh bapak Gede Prama dengan menarik, disertai tawa dan nyanyian "Lihat Kebunku" serta "Oh Ibu dan Ayah, Selamat Pagi!".. Senang sekali saya bisa menghadirkan ceramah Beliau dalam blog ini meskipun tidak seperti mendengar langsung. Semoga bermanfaat.


    Bayangkan di suatu pagi, ada seorang tetangga yang memberi Anda sekantong tahi sapi. Tanpa basa basi, langsung saja kantong tadi diletakkan di depan rumah.

    Bagi mereka yang sentimen dengan tetangga, mala petakalah akhir dari kejadian ini. Namun, bagi mereka yang menempatkan pemberian sebagai sebuah kemuliaan, maka tahi sapi tadi bisa menjadi awal persahabatan.

    Nah, Anda dan saya juga sedang diberi tahi sapi (baca : krisis). Persoalannya, apakah krisis ini akan menjadi awal petaka atau awal kemajuan, sangat ditentukan oleh bagaimana kita menempatkan krisis.

    Salah satu karya terbaik Deepak Chopra adalah Ageless Body, Timeless Mind. Di sini penyembuh ini bertutur tentang bagaimana hidup awet muda. Fundamental dalam tesis Chopra, tubuh ini terbuat dari pengalaman-pengalaman yang didagingkan (dimasukkan ke dalam tubuh).

    Sebagai salah satu bukti dari tesis terakhir, Chopra mengutip pengalaman seorang Ibu yang baru menerima sumbangan jantung dari orang lain. Begitu keluar dari rumah sakit, sang Ibu meminta dua hal yang tidak pernah disukai sebelumnya : bir dan ayam goreng. Setelah diselidik, ternyata donatur jantung yang telah meninggal, memiliki hobi berat meminum bir sambil memakan ayam goreng.

    Pengalaman terakhir mengingatkan saya dengan pendapat Norman Cousin yang pernah menyebut bahwa “kepercayaan itu menciptakan biologi“. Ini berarti, garis batas antara biologi dan psikologi sebenarnya sangat dan teramat tipis - kalau tidak mau dikatakan tidak ada.

    Semua ini berati, cara kita menempatkan krisis, tidak hanya terkait dengan sukses gagal di hari ini. Lebih dari itu, kita sedang mendagingkan serangkaian sistim nilai ke dalam tubuh kita. Untuk kemudian, memberi pengaruh yang amat besar ke dalam rautan wajah dan tubuh kita kemudian.

    Coba cermati ciri-ciri manusia awet muda dan panjang umur sebagaimana ditemukan oleh Chopra. Dari meraup kesenangan dari kegiatan sehari-hari, menganggap hidup bermakna, yakin telah mencapai sasaran utama, menganut citra diri positif, sampai dengan optimis.


    Semuanya menunjukkan upaya membadankan sistim nilai positif. Larry Scherwitz dari Universitas California pernah merekam hasil percakapan dengan 600 pria. Sepertiganya mengidap penyakit jantung, dan sisanya sehat-sehat saja. Scherwitz menemukan, pria yang menggunakan kata ganti “saya” lebih banyak dari rata-rata orang, mempunyai resiko kena serangan jantung lebih tinggi.

    Pengalaman saya juga menunjukkan hal yang sama. Dari ratusan eksekutif yang pernah dikumpulkan karangannya, mereka yang otoriter, egois dan mau menang sendiri, menggunakan kata ganti “saya” jauh lebih banyak dibandingkan yang lain. Chopra juga menemukan hal yang mirip, angka kematian karena kanker dan penyakit jantung terbukti lebih tinggi diantara orang yang mengalami jiwa murung, dan lebih rendah diantara orang yang mempunyai maksud yang tegas serta jiwa yang sehat.

    Dari penemuan-penemuan semacam ini, Scherwitz merekomendasikan untuk semakin membuka hati kepada orang lain. Salah seorang responden Scherwitz yang umurnya sudah tua namun memiliki jantung yang amat sehat berargumen : “seseorang yang terbuka dan penuh cinta akan menua dengan baik“.

    Nah, lebih dari sekadar terbuka terhadap orang lain, kita juga memerlukan keterbukaan dalam memandang kehidupan. Persis seperti kasus tetangga yang memberi sekantong tahi sapi. Keterbukaan dan kesediaan untuk mencintai, membuat semua kejadian kehidupan - dari dapat tahi sapi sampai dengan berlian - menjadi penuh dengan warna keindahan.


    Egoisme - sebagaimana tercermin dari banyaknya penggunaan kata saya - memang tidak selalu buruk. Namun, ia kerap membadankan serangkaian nilai, yang membuat badan ini cepat tua, lapuk serta rentan penyakit.

    Meminjam hasil sebuah penemuan di dunia kedokteran, kemanapun perginya fikiran, senantiasa ada bahan kimia yang menyertainya. Atau keadaan-keadaan mental yang murung dirubah menjadi bahan-bahan kimia yang menimbulkan penyakit. Demikian juga sebaliknya.

    Belajar dari semua ini, dibandingkan dengan mengumpat dan memaki tahi sapi yang bernama krisis, saya mendidik diri untuk menempatkan krisis sebagai “pupuk“-nya kehidupan.

    Beberapa periode lalu, RUPS sebuah perusahaan besar menunjuk saya sebagai direktur SDM. Awalnya, tentu saja ini sebuah berkah yang dirayakan oleh keluarga saya. Sebab, sebelah kaki menjadi manusia bebas (konsultan, penulis dan pembicara publik) namun mengalami siklus keuangan yang naik turun, sebelah kaki jadi eksekutif puncak dengan siklus keuangan yang pasti dan menjanjikan.

    Sayangnya, saya kehilangan dua kemewahan : menjadi raja bagi waktu, dan kemewahan hanya memberi saran tanpa perlu memantau pelaksanaan dan tanggungjawab.

    Akibat dari kehilangan ini, saya sempat mengalami gejala insomnia (susah tidur). Belakangan, setelah membuka-buka lagi khasanah tentang fikiran yang memproduksi bahan kimia dalam tubuh, semua ini saya rombak secara perlahan. Belum sempurna memang ! Yang jelas, ritme tidur saya sudah kembali ke sedia kala.

    Kembali ke cerita awal tentang sekantong tahi sapi, Anda dan saya setiap hari ada yang membawakan “tahi sapi“. Mirip dengan tahi sapi, kita tidak bisa merubah kehidupan. Akan tetapi, kita bisa merubah diri bagaimana mesti melihat dan menempatkan kehidupan.

    Sadar akan penemuan bahwa keyakinan memproduksi biologi, saya memilih untuk melihat segi positif dari tahi sapi. Terserah Anda!.


    Oleh Gede Prama

    Jumat, 05 Agustus 2011

    Tas Unik: Retrogogo

    Kamu termasuk salah seorang yang suka barang-barang unik? TAS RETROGOGO jawabannya! Dengan gaya desainnya yang ethnik, lucu, colourful, dan yang pastinya handmade serta limited edition, menjadikan Tas Retrogogo (biasa disapa Ane Bag) ini layak masuk dalam koleksi kamu. Ga cuma tas, di sini kamu juga menemui dompet-dompet lucu, OBI, dan lain-lain (nanti aku kasih linknya ya)

    Dialah Ane, seorang cewek yang berlokasi di Jakarta, yang berani tabrak motif, warna, dan mengaplikasikan berbagai bahan dengan tangannya sendiri di atas bahan canvas, suede, ataupun sedikit leather feel untuk menjadikannya sebuah masterpiece yang begitu detail. Ane membuat tas berikut detailnya tanpa mesin. Dibantu 6 pegawai, dalam sebulan ia hanya memproduksi sekitar 100 - 150 buah dari 8 - 10 model. Mulai dari tas santai tapi gaya, ransel, laptop, hingga dompet. Sengaja setiap modelnya tak dibuat dalam jumlah banyak. "Selain limited edition, sulit mencari bahan yang sama," katanya.

    Di pasaran, harga tas Retrogogo berkisar Rp 100 ribu hingga Rp 500 ribu, sedangkan dompet antara Rp 50 nbu hingga Rp 160 ribu. Menurut Ane, kreasi dan aplikasi yang rumit-lah yang memengaruhi harga. Semakin rumit aplikasi didukung ukuran tas yang besar, semakin mahal harganya. Selain menitipkan di mal-mal ternama. Ane mempromosikan karya-karyanya melalui pameran. Hampir semua pameran di Jakarta, baik di perkantoran, sekolah, maupun pameran kelas nasional Inacraft diikutinya. Ia melihat pameran sebagai ajang promosi besar-besaran bertemu langsung dengan pembeli.
    Penasaran? Lihat aja langsung di sini (klik aja) Tas Retrogogo/ Ane Bag

    Atau yang salut dengan kreativitas kak Ane dan mau mengenal lebih dekat, boleh nih kenalan langsung (klik lagi) Ane Lumbanraja

    **NOTE: dijamin ga mengecewakan.. aq udah buktiin hehehe

    GITA GUTAWA JUGA PAKE LOH hihihihihihi

    KLASIFIKASI PADA SUARA MANUSIA

    Dasar Pemikiran tentang Klasifikasi Suara


    Klasifikasi vokal menimbulkan sebuah keadaan parodoksial; disatu sisi hal tersebut merupakan suatu keputusan penting yang harus dibuat oleh seorang guru terhadap suara muridnya (atau seorang penyanyi terhadap suaranya), disisi lain klasifikasi ini juga banyak dicemaskan oleh pengajar maupun pelaku seni suara.

    Dari situasi ini muncul sebuah pertanyaan: “Mengapa klasifikasi vokal menjadi hal yang sangat penting?” Hal tersebut menjadi sangat penting karena klasifikasi suara yang salah dapat menghilangkan keindahan dan kebebasan seseorang dalam menyanyi, serta dapat menghasilkan frustasi yang berkepanjangan dan kekecewaan. Yang lebih buruk lagi, dapat pula menyebabkan kerusakan pada suara. Menyanyi diluar wilayah nada alami dapat menimbulkan rasa sakit pada suara. Sedangkan menyanyi pada nada-nada yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menyebabkan vocal pathology. Singkatnya, klasifikasi suara yang akurat pada masa awal latihan sangatlah penting bagi seorang penyanyi.

    Jika klasifikasi suara yang akurat sangatlah penting, mengapa banyak pengajar dan siswa menyanyi mengkhawatirkan hal tersebut? Alasan utamanya adalah diperlukannya prioritas lain sebelum klasifikasi suara ditetapkan. Penetapan yang terlalu dini dapat menyebabkan kesalahan dalam pengklasifikasian suara yang disertai dengan bahaya-bahaya yang mengikutinya. Banyak siswa yang menghendaki pengklasifikasian yang segera terhadap suaranya, dan ini dapat mendorong pengajar kedalam kesalahan pengklasifikasian tanpa disadari oleh kedua pihak.

    Aspek pertama yang terpenting dalam belajar vokal adalah menciptakan kebiasaan menyanyi yang baik dalam wilayah nada yang nyaman. Jika teknik postur, pernafasan, fonasi, resonansi dan artikulasi telah berkembang dengan baik, maka kualitas suara yang sesungguhnya akan muncul, dan bagian atas dan bawah dari wilayah nada penyanyi yang bersangkutan dapat dikembangkan dengan aman. Dalam situasi seperti inilah klasifikasi suara dapat ditetapkan, dan klasifikasi tersebut mungkin saja akan mengalami penyesuaian seiring dengan berkembangnya teknik penyanyi yang bersangkutan.

    Peraturan pertama dalam pengklasifikasian suara adalah: “jangan terburu-buru”.

    William Vennard menyatakan:
     Saya tidak pernah merasa perlunya terburu-buru dalam menentukan klasifikasi suara bagi siswa yang baru mulai belajar. Begitu banyak diagnosa yang bersifat prematur telah terbukti salah, dan hal tersebut dapat sangat menyakitkan pada siswa yang bersangkutan dan merupakan hal yang memalukan bagi pengajar yang tetap mempertahankan klasifikasi yang salah tersebut. Sangatlah baik untuk memulai dengan bagian tengah suara dan melatih bagian atas dan bawahnya hingga suara dapat menentukan klasifikasinya sendiri.

    Peraturan kedua adalah: “asumsikan bahwa suatu suara berada dalam klasifikasi menengah hingga terbukti lain”. Terdapat dua alasan mengenai peraturan kedua ini:

    1.       Kebanyakan orang memiliki tingkat suara menengah;
    2.       Hal ini akan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengklasifikasian.

    Beberapa penelitian mengenaik populasi menyatakan bahwa hanya sekitar 10-15 persen saja orang yang memiliki suara tinggi, begitu pula dengan yang memiliki suara rendah, hanya 10-15 persen, sisanya diasumsikan memiliki suara menengah.

    Dengan diketahuinya statistik mayoritas terhadap klasifikasi suara menengah, kesalahan pengklasifikasian akan dapat dikurangi saat seorang siswa terlebih dahulu diasumsikan memiliki klasifikasi suara menengah (Bariton atau Mezzosoprano).

    Pada awal latihan vokal, pencapaian kebebasan dalam menyanyi merupakan hal yang sangat penting untuk dicapai dibanding dengan mencoba untuk menyanyi pada wilayah nada yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Berlatih dalam wilayah nada yang nyaman membantu siswa dalam mencapai kebiasaan bernyanyi yang baik, hal ini tentu saja berhubungan dengan pemilihan literatur lagu bagi siswa yang bersangkutan.

    Situasi tertentu seperti dalam sebuah paduan suara merupakan sebuah keadaan yang sangat memungkinkan untuk terjadinya kesalahan dalam pengklasifikasian suara. Pembagian suara yang umum berlaku dalam paduan suara adalah 4 suara, yaitu: SATB (sopran, alto, tenor dan bass). Dikarenakan kebanyakan orang memiliki klasifikasi suara menengah, maka mereka cenderung ditempatkan pada klasifikasi suara yang terkadang terlalu tinggi atau terlalu rendah untuknya. Pada kenyataannya, menyanyi dalam wilayah nada yang terlalu tinggi atau terlalu rendah memiliki resiko pada timbulnya kerusakan suara.

    Sebagian siswa terobsesi dengan masalah penklasifikasian suara ini. Ini terjadi karena mereka ingin menjadi seorang penyanyi yang bukan diri mereka sendiri. Klasifikasi suara tinggi untuk kedua jenis gender (tenor dan sopran) merupakan klasifikasi yang dianggap paling populer untuk para penyanyi dikalangan musik klasik.

    Sebuah pengujian terhadap penyanyi konser yang paling dicari oleh kebanyakan agensi merupakan bukti dari fenomena ini, terutama bagi para penyanyi wanita. Statistik membuktikan bahwa mayoritas penyanyi yang diinginkan adalah soprano dibandingkan dengan contralto dan mezzosoprano. Siswa seringkali terjebak oleh tren populer ini, dan sering kali memaksa diri mereka sendiri untuk menjadi sesuatu yang sebenarnya bukan diri mereka sendiri.

    Seorang pengajar vokal dapat mengatasi hal ini dengan cara memberikan penjelasan kepada siswa yang bersangkutan mengenai keuntungan menunda klasifikasi hingga teknik vokalnya memungkinkan untuk melakukan hal tersebut. Nasihat ini agaknya juga baik untuk semua penyanyi.


    Kriteria Dalam Menentukan Klasifikasi Suara

    Terdapat beberapa kriteria yang sering kali diterapkan oleh pengajar vokal dalam menetapkan klasifikasi suara. Kriteria tersebut adalah:
    1.       Wilayah nada;
    2.       Tessitura;
    3.       Timbre (warna suara); dan
    4.       Titik transisi.

    Wilayah Nada:

    Wilayah nada manusia secara garis besar terbagi dalam enam katagori, yaitu:
    • Bass;
    • Bariton;
    • Tenor;
    • Contralto;
    • Mezzosoprano;
    • Soprano.

    Klasifikasi suara dengan menggunakan wilayah nada memiliki pengaplikasian yang sering terlupakan ataupun terabaikan. Jelasnya: jika seorang penyanyi diklasifikasikan memiliki suara jenis Tenor, maka hal ini berarti bahwa ia memiliki wilayah nada yang dibutuhkan untuk menyanyikan sebagian besar literatur yang ditulis untuk jenis suaranya tersebut. Konsekuensinya adalah: seorang belum dapat diklasifikasikan sebagai Tenor jika wilayah nada bagian atasnya tidak dapat digunakan untuk menyanyikan sebagian besar literatur untuk Tenor. Hal ini juga berlaku untuk katagori suara lainnya.

    Terdapat kesepakatan umum bahwa seorang penyanyi profesional sebaiknya memiliki wilayah nada seluas 2 oktaf yang dapat digunakan untuk menyanyikan kebanyakan literatur vokal yang ditulis untuk jenis suaranya. Kebanyakan literatur vokal ditulis dalam wilayah nada “twelfth” (satu oktaf dan kwint).

    Bagan wilayah nada dibawah ini menunjukkan tiga hal:
    1.       wilayah nada twelfth yang dapat dikuasai oleh seorang penyanyi, wilayah nada ini mencakup sekitar 75% literatur untuk jenis suara yang bersangkutan;
    2.       wilayah nada 2 oktaf yang merupakan wilayah nada ideal yang harus dimiliki oleh seorang penyanyi;
    3.       wilayah nada ekstrim yang terkadang dibutuhkan dalam menyanyi.



    Wilayah nada dapat merupakan suatu kriteria yang efektif dalam pengklasifikasian suara, namun akan lebih akurat lagi jika hubungkan dengan faktor-faktor lain. Walaupun demikian, cara ini tidak memiliki efektifitas jika diterapkan pada siswa-siswa pemula.

    Tessitura:

    Tessitura dan Range (wilayah nada) sering digunakan secara keliru. Wilayah nada atau Range seringkali dihubungkan sebagai suatu kompas bagi bagian suara seorang penyanyi, sedangkan Tessitura seringkali dihubungkan dengan bagian dari wilayah nada yang paling sering digunakan dalam menyanyi. Dua buah lagu dapat saja memiliki wilayah nada yang sama, namun yang pasti keduanya memiliki tessitura yang berbeda, seperti terlihat dalam contoh berikut ini:



    Ada beberapa penyanyi yang dapat menyanyikan kedua lagu diatas dengan secara nyaman, sementara lainnya akan merasakan bahwa lagu kedua membutuhkan usaha yang lebih besar karena meskipun tetap dalam wilayah nada 1 oktaf, namun jarak nada terendah dan tertingginya terasa begitu jauh. Dalam kasus inilah tessitura dapat merupakan sebuah faktor yang menentukan dalam sebuah pengklasifikasian suara. Bahkan jika dua suara memiliki wilayah nada yang sama, salah satunya dapat saja terasa lebih tinggi dari suara lainnya jika penyanyi yang bersangkutan menemukan tessitura yang nyaman bagi wilayah nadanya.

    Penyanyi-penyanyi yang memiliki wilayah nada sangat luas terkadang harus memilih antara menjadi penyanyi Tenor, atau Bariton (atau antara menjadi Soprano atau Mezzosoprano), karena kemampuannya untuk menyanyikan dua jenis suara tersebut. Dalam kasus ini, keputusan yang diambil haruslah berdasarkan pemilihan kenyamanan tessitura, karena usia pita suara berhubungan erat dengan kenyamanan dalam menyanyi. Jika anda dapat menyanyi dalam kedua tessitura yang berbeda tersebut secara nyaman, ada baiknya jika anda menentukan pilihan berdasarkan tessitura yang paling sedikit menghasilkan rasa sakit pada pita suara anda. Biasanya pilihan jatuh pada jenis suara yang lebih rendah.

    Tessitura haruslah memiliki peranan penting dalam menetukan klasifikasi suara. Hal tersebut dapat sangat membantu saat digunakan dalam klasifikasi suara yang dilakukan berdasarkan wilayah nada dan warna suara (timbre).

    Timbre:

    Timbre (warna suara) sering kali digunakan oleh para pengajar vokal yang telah berpengalaman dalam melakukan suatu klasifikasi suara. Timbre merupakan kriteria yang paling abstrak dari keempat faktor yang menentukan dalam pengklasifikasian suara, karena pengajar yang bersangkutan harus dapat mendengar suatu suara sebagai suatu bunyi dan dapat menggambarkannya dalam pendengaran mentalnya bagaimana jika nantinya suara tersebut dapat tergarap dengan sempurna.

    Untuk melakukan hal ini, seorang pengajar harus memiliki sebuah bunyi-bunyi nada ideal dalam pikirannya. Meskipun timbre bukanlah suatu ilmu eksakta, namun tetap dibutuhkan dalam menentukan sebuah pengklasifikasian suara. Timbre merupakan hal yang sangat beresiko jika dilakukan oleh pengajar yang belum berpengalaman, karena pengajar jenis ini belum memiliki memori tentang bunyi-bunyi nada yang ideal.

    Banyak orang yang berasumsi bahwa semua suara terang, ringan atau liris adalah suara tinggi; hal ini tidak sepenuhnya benar, karena pada kenyataannya banyak terdapat penyanyi yang dikatagorikan suara rendah, namun memiliki karakter suara yang ringan dan terang, seperti halnya Bass Liris, Bariton Liris, Contralto Liris, ataupun Mezzosoprano Liris. Begitu pula asumsi yang beranggapan sebaliknya, bahwa semua suara yang gelap, berat dan dramatik termasuk dalam klasifikasi suara rendah, karena beberapa penyanyi justru diklasifikasikan sebagai seorang Tenor atau Sopran dramatis.

    Penggunaan istilah “liris dan dramatis” sebenarnya mengacu pada : ukuran suara, jenis kualitas suara atau gaya menyanyi, dan bukan untuk menggambarkan wilayah nada seorang penyanyi. Seorang penyanyi yang bersuara tenor ringan dan liris tidak dapat secara serta-merta diklasifikasikan sebagai Tenor, kecuali jika ia memiliki  wilayah nada dan tessitura yang dipersyaratkan bagi seorang penyanyi Tenor.

    Banyak penyanyi pemula yang belum terlatih mengalami kesalahan dalam pengklasifikasian suaranya hanya karena mereka memiliki suara yang ringan dan cemerlang, terutama pada gadis-gadis muda yang mengganti bagian atas register modalnya dengan register falsetto.

    Kesalahan lain yang sering kali terjadi pada penyanyi pemula adalah kesalahan dalam mengadopsi “vocal image”. Banyak penyanyi Bass yang mengira mereka adalah Tenor dan rela melakukan apa saja untuk meringankan suaranya. Kasus seperti ini tentu saja merugikan bagi penyanyi yang bersangkutan, karena sebuah penelitian yang dilakukan oleh Morton Cooper membuktikan adanya korelasi yang kuat antara “vocal image” yang diadopsi oleh seorang penyanyi dengan berkembangnya kerusakan organik dan fungsi suara.

    Tidak dapat dipungkiri bahwa timbre merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam sebuah pengklasifikasian suara, namun ia tetap masih merupakan sesuatu yang bagi banyak orang merupakan sesuatu yang membingungkan. Bagi para pengajar vokal pemula, penggunaan timbre sering kali menimbulkan banyak masalah karena kurangnya pengalaman mereka dalam mengajar. Namun seiring dengan bertambahnya pengalaman, timbre akan dirasakan memiliki peranan yang penting dalam suatu pengklasifikasian suara, terutama jika dipadukan dengan faktor-faktor lain seperti wilayah nada dan tessitura.

    Titik Transisi (Transition Points):

    Hingga saat ini, masih banyak pengajar vokal yang menggunakan titik transisi sebagai satu-satunya faktor dalam pengklasifikasian suara. Namun, menggunakan titik transisi tanpa disertai oleh faktor-faktor lain yang telah disebutkan diatas merupakan cara yang sangat beresiko, karena masih banyak dibayangi oleh berbagai macam keraguan, seperti permasalahan dalam penggunaan istilah, perbedaan jumlah register dan jenis klasifikasi suara.

    Secara umum disebutkan bahwa sebagian besar penyanyi memiliki sebuah nada yang diklasifikasikan sebagai nada transisi dari satu register ke register lain (diatas, ataupun dibawahnya). Perpindahan register ini akan membawa dampak pada berubahnya kualitas suara ataupun pada perubahan teknik menyanyi. Nada yang menjadi titik transisi pada setiap penyanyi masih dalam berdebatan, namun yang menarik dari masalah ini adalah bahwa pada wanita transisi terjadi pada bagian bawah suaranya, sedang pada pria terjadi pada bagian atas suaranya, namun pada pitch yang sama. Dalam bagan dibawah ini dapat kita lihat nada-nada transisi yang sering terjadi pada kebanyakan penyanyi.



    Suara wanita cendrung untuk memperlihatkan sebuah serial transisi nada yang mendekati tingkatan satu oktaf diatasnya (biasanya disebut sebagai transisi dari suara menengah ke suara kepala). Terdapat kesepakatan bahwa nada transisi atas ini dianggap lebih menentukan dalam suatu pengklasifikasian suara.

    Metode pengklasifikasian suara dengan menggunakan titik transisi merupakan cara yang jauh dari kecurangan ataupun kesalahan, karena dengan metode ini seorang penyanyi akan sulit untuk mengkamuflase titik transisinya, kecuali jika teknik vokal penyanyi yang bersangkutan telah berkembang dengan baik.

    Setiap bentuk huruf hidup memiliki titik transisi yang berbeda, maka dalam suatu pengklasifikasian suara, pemilihan huruf hidup haruslah dilakukan dengan sangat teliti.

    Pertimbangan Lain:

    Selain menggunakan menggunakan keempat jenis cara pengklasifikasian suara seperti yang telah dijelaskan diatas, seorang pengajar vokal juga dapat menggunakan faktor lain sebagai bahan pertimbangannya, faktor ini seperti: karakter fisik, tingkat bicara, dan pengujian secara ilmiah. Dalam dunia menyanyi dikenal suatu anggapan umum yang menyatakan bahwa orang-orang yang bersuara tinggi cendrung untuk memiliki karakter fisik seperti: wajah yang bulat, leher yang pendek, dada yang bidang, serta tinggi badan yang relatif pendek, sementara orang-orang yang memiliki suara yang rendah cendrung memiliki karakter fisik sebaliknya.

    Pengajar vokal lainnya akan mengadakan suatu penyelidikan serta pengamatan terhadap bentuk dan dimensi langit-langit lunak dan keras, struktur tulang dan sedikit penggunaan firasat sebagai faktor penentu sebuah klasifikasi suara.

    Penulis telah memimpin sebuah paduan suara pria selama beberapa tahun, walaupun Tenor tertinggi dan Bass terendah memiliki bentuk tubuh yang relatif sama dengan penggambaran diatas, namun tetap saja ada penyanyi yang karakter fisiknya tidak menyerupai penggambaran diatas. Informasi mengenai karakteristik fisik harus ditambahkan dalam data yang digunakan dalam klasifikasi suara, namun bukan sebagai faktor penentu.

    Tingkat bicara (speech level) belakang ini telah diterima sebagai salah satu faktor penentu dalam sebuah klasifikasi suara, hal ini dilatarbelakangi oleh anggapan bahwa seorang penyanyi yang baik juga merupakan seorang pembicara yang baik. Pengajar vokal dapat memanfaatkan situasi ini untuk memperbaiki kebiasaan berbicara para siswanya, terutama berkenaan dengan penggunaan intonasi-intonasi tinggi. Lebih mudah bagi seorang sisiwa untuk mengembangkan kebiasaan berbicara yang baik jika berhubungan dengan timbre (warna suara), volume, resonansi dan fonasi dibandingkan jika hal tersebut dilakukan suara menyanyi.

    Beberapa pengamatan menyatakan bahwa terdapat kolerasi yang kuat antara tingkat optimum dari suara berbicara seseorang dengan hasil klasifikasi suara orang yang bersangkutan, namun hasilnya memang tidak terlalu menyakinkan.

    Salah satu metode pengklasifikasian suara yang sangat akurat adalah dengan menggunkan pengujian secara ilmiah. Untuk saat ini, pengujian tersebut masih dianggap tidak praktis karena membutuhkan peralatan khusus, operator yang terlatih serta biaya yang cukup mahal. Pengujian ini mengacu pada adanya kolerasi yang kuat antara dimensi larynx dan katagori suara. Walaupun terdapat beberapa pengecualian, dapat dipastikan bahwa panjang pita suara sangat menentukan tipe suara pemiliknya. Penelitian telah dilakukan berkenaan dengan hubungan spektrum nada (vowel formants) dengan tipe suara. Namun untuk saat ini, pengujian seperti itu belum dapat dilakukan didalam kelas, dan pengajar vokal masih harus kembali melakukan sebuah pengklasifikasian suara secara subjektif, dengan menggunakan kriteria-kriteria tradisional seperti telah dijelaskan diatas.

    Klasifikasi terbaik baru dapat dicapai setelah seorang pengajar dapat mengumpulkan data-data yang didapat dari berbagai metode, dan bukan hanya dengan menggunakan sebuah metode saja. Jika seluruh data yang didapat masih belum dapat memudahkan anda dalam pengambilan keputusan, kiranya tessitura yang nyaman merupakan faktor yang paling utama.

    Sebuah Sistem Klasifikasi Cepat Untuk Audisi Paduan Suara

    Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa peraturan pertama dalam sebuah klasifikasi suara adalah: jangan terlalu cepat dalam menetukan. Ini merupakan peraturan yang sangat penting untuk dipatuhi, namun dalam situasi yang membutuhkan sebuah pengkasifikasian yang cepat dan akurat (seperti dalam audisi paduan suara), anda dituntut untuk dapat menggunakan sebuah metode pengklasifikasian yang tepat, berikut dengan perkiraan terhadap kriteria tradisional seperti: wilayah nada, tessitura, timbre dan titik transisi.

    Sebelum audisi dimulai, persiapkanlah kartu audisi atau lembar penilaian yang berisikan data-data yang akan anda butuhkan, seperti: wilayah nada total, terssitura (tinggi, menengah, rendah), timbre, kesalahan dalam kualitas nada (nasalitas, teriakan, terlalu gelap dsb.), blend (pencampuran), vibrato, intonasi, kemampuan membaca musik ataupun hal-hal lain yang anda butuhkan. Gunakan sebuah lagu yang memiliki wilayah nada sedikitnya satu oktaf dan kuart. Sebagai contoh anda dapat menggunakan AUSTRIAN HYMN ciptaan Handel dibawah ini sebagai lagu audisi.



    Langkah 1:
    Minta siswa untuk menyanyikan lagu dalam nada dasar Es mayor. Periksalah hasilnya dengan dengan pernyataan dibawah ini:
    • Jika ia menyanyikan nada rendahnya dengan baik, namun memiliki beberapa kesulitan dengan nada-nada tinggi atau menyanyikannya dengan keras, siswa tersebut kemungkinan bersuara rendah.
    • Jika ia dapat menyanyikan baik nada rendah maupun nada tinggi dengan nyaman, siswa tersebut kemungkinan bersuara menengah.
    • Jika ia nada rendahnya terdengar samar atau lemah, maka kemungkinan ia bersuara tinggi. Hilangkan langkah 2, 3, dan 4 untuk siswa-siwa bersuara tinggi.

    Langkah 2:
    Turunkan nada dasar terts minor kebawah menjadi C mayor. Mintalah siswa untuk kembali menyanyikan lagu tersebut sekali lagi. Periksalah hasilnya dengan pernyataan dibawah ini:
    • Jika nada rendah dapat dinyanyikan dengan kuat dan nada tinggi dinyanyikan dengan nyaman, siswa tersebut kemungkinan bersuara rendah.
    • Jika nada rendah lemah atau hampir tak terdengar, siswa tersebut kemungkinan bersuara menengah. Jika anda tidak terlalu yakin akan hal ini, lakukan langkah 3. Jika tidak, hilangkan langkah 3.

    Langkah 3:
    Turunkan nada dasar sekond mayor kebawah menjadi Bes (nada awal F). Mintalah siswa untuk menyanyikan setengah lagu bagian atas. Periksalah hasilnya dengan pernyataan dibawah ini:
    • Jika nada rendahnya nyaman, ia kemungkinan bersuara rendah. Berhenti di langkah ini.
    • Jika nada rendahnya lemah atau tak terdengar, ia kemungkinan bersuara menengah. Hilangkan langkah 4.

    Langkah 4:
    Turunkan nada dasar satu laras kebawah menjadi A mol (nada awal Es). Mintalah siswa untuk menyanyikan setengah dari lagu tersebut. Jika ia dapat menyanyikan nada rendahnya dengan baik, turunkan kembali nada dasarnya, setengah laras, ataupun satu laras hingga nada rendahnya tidak terdengar lagi. Hal ini akan memberikan informasi pada anda tentang nada terendah yang dapat dinyanyikan oleh siswa yang bersangkutan. Untuk suara-suara rendah, prosedurnya dapat dihentikan di titik ini.


    Langkah 5:
    Naikkan nada dasar hingga ke G mol mayor (nada awal Des). Pada prosedur sebelumnya anda telah dapat mengidentifikasi suara-suara rendah, dan prosedur ini dimaksudkan untuk memisahkan suara menengah dari suara tinggi. Mintalah siswa untuk menyanyikan lagu diatas secara utuh. Cocokkan dengan pernyataan berikut ini:
    • Jika siswa yang bersangkutan dapat menyanyikan nada terendah dari lagu tersebut dengan mudah, namun memiliki kesulitan dengan nada-nada tingginya, kemungkinan siswa yang bersangkutan memiliki suara yang menengah.
    • Jika siswa yang bersangkutan dapat menyanyikan baik nada rendah maupun nada tinggi pada lagu tersebut dengan nyaman, kemungkinan bahwa siswa yang bersangkutan memiliki suara yang tinggi ataupun suara menengah.
    • Jika nada terendahnya dinyanyikan dengan lemah atau tidak terdengar, kemungkinan ia memiliki suara tinggi.

    Langkah 6:
    Naikkan nada dasar keatas menjadi A mol (nada awal adalah Es). Mintalah siswa menyanyikan lagu diatas secara penuh.
    • Jika siswa mendapat kesulitan dalam menyanyikan nada tertinggi, kemungkinan ia memiliki suara menengah dan prosedur berakhir di titik ini.
    • Jika siswa dapat menyanyikan nada tertinggi dengan mudah, kemungkinan ia memiliki suara yang tinggi.

    Langkah 7:
    Naikkan kembali nada satu laras keatas menjadi B mol. Mintalah siswa untuk menyanyikan bagian bagian akhir lagu dimaksud. Jika ia dapat menyanyikan nada tertingginya, naikkan kembali nada dasarnya setengah atau satu laras hingga mencapai titik tertinggi suaranya.

    Prosedur diatas sepertinya terlihat rumit, namun sebenarnya tidak. Beberapa audisi hanya memerlukan tidak lebih dari empat langkah. Jika anda ingin memperhatikan titik transisi, beberapa nada dasar dari lagu ini dapat memfasilitasinya. Penulis telah berhasil menggunakan pendekatan ini untuk beberapa waktu. Nada-nada dasar yang digunakan pada lagu yang telah ditentukan merupakan nada-nada yang tepat untuk sebuah lagu yang memiliki wilayah nada yang cukup luas untuk mengekspos secara singkat masalah-masalah yang sering muncul dalam hal wilayah nada, tessitura, timbre dan titik transisi. Jika sebuah lagu hanya memiliki wilayah nada yang sempit, maka prosedurnya harus terus diulang untuk dapat mencapai hasil yang maksimal. Jelasnya, terdapat beberapa siswa yang memiliki wilayah nada yang luas, sehingga agak sulit untuk dapat diklasifikasi. Dalam kasus-kasus seperti ini, kenyamanan dalam tessitura nampaknya harus menjadi penentuan terakhir.


    Bahaya Kesalahan Klasifikasi

    Kesalahan yang terjadi akibat kesalahan dalam pengklasifikasian suara antara lain: hilangnya keindahan nada maupun kebebasan dalam berproduksi, karir menyanyi yang singkat, frustrasi dan kekecewaan yang berlarut-larut, dan kemungkinan terjadinya kerusakan vokal yang serius. Sayangnya, beberapa dari bahaya ini tidak muncul dalam waktu yang singkat, suara manusia terbilang cukup liat, terutama pada waktu awal memasuki periode dewasa, dan kerusakan tidak akan muncul dalam hitungan bulan hingga hitungan tahun. Menyanyi diluar wilayah nada terbaik anda akan merampas keindahan suara anda.

    Menyanyi pada wilayah nada yang ekstrim (terlalu tinggi atau terlalu rendah) dapat merusak suara. Namun begitu, kerusakan pada wilayah nada yang terlalu rendah tidak sebesar yang dihasilkan oleh menyanyi dalam wilayah nada yang terlalu tinggi. Beberapa dokter spesialis THT menjatakan bahwa menyanyi dengan tingkatan nada terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan tertentu pada pita suara, diantaranya vocal nodules (benjolan pada pita suara yang disebabkan oleh kesalahan dalam penggunaan pita suara).

    Seperti telah dijelaskan diatas, bahwa menyanyi pada tingkatan nada yang terlalu rendah tidak banyak menimbulkan kerusakan pada pita suara, kecuali jika anda menekan suara anda kebawah. Jika dinyanyikan dengan benar, nada rendah memiliki tekanan udara yang relatif rendah yang menyebabkan pita suara dapat bergetar dengan bebas. Jika nada tersebut diturunkan jauh melebihi batas wilayah nada penyanyi yang bersangkutan, maka suara yang dihasilkan akan cendrung tidak terdengar atau bahkan berubah menjadi desahan nafas. Kejadian seperti ini tidak menimbulkan kerusakan pada pita suara, kecuali jika penyanyi yang bersangkutan berusaha sekuat tenaga menekan suaranya kebawah.

    Jika klasifikasi suara telah dapat ditemukan dan teknik menyanyi yang baik telah digunakan, maka seorang penyanyi dapat memiliki karir menyanyi yang cukup panjang, bahkan hingga ia berusia 60 atau 70 tahun, tergantung pada kesehatan tubuh penyanyi yang bersangkutan. Pada dasarnya terdapat 4 faktor yang dapat memperpendek karir menyanyi seseorang, dimana 3 faktor diantaranya dapat dihindari. Keempat faktor tersebut adalah:
    1.       Klasifikasi suara yang salah;
    2.       Teknik vokal yang salah;
    3.       Menyanyi yang terlalu lama dan terlalu sering tanpa istirahat yang cukup;
    4.       Masalah kesehatan.

    Kesimpulan:

    Jika klasifikasi suara dan teknik menyanyi anda telah benar, maka anda memiliki kemungkinan besar untuk dapat menyanyi lebih lama dan lebih sering tanpa menimbulkan kerusakan pada pita suara. Dengan kata lain, jika anda menyetahui cara menyanyi dengan benar, anda akan dapat menyanyi dengan bebas dalam jangka waktu yang relatif lebih lama.


    (Disadur dari buku: "THE DIAGNOSIS & CORRECTION OF VOCAL VAULTS" - James C. McKinney) oleh Charles Nasution

    MEMPERBAIKI PROSES PEMBENTUKAN SUARA DALAM MENYANYI

    Proses Penghasilan Bunyi Suara

    Fonasi merupakan proses penghasilan bunyi suara melalui getaran pita suara. Aksi ini terjadi didalam larynx saat pita suara merapat dan tekanan nafas diaplikasikan pada kedua pita suara tersebut sedemikian rupa sehingga menimbulkan getaran. Pita suara dirapatkan oleh aksi otot interarytenoid yang menarik tulang rawan arytenoid sehingga kedua pita suara dapat saling merapat. Terdapat dua teori utama mengenai terjadinya vibrasi pada suara:

    1. Teori myoelastik:
    Merupakan teori yang menyatakan bahwa pada saat pita suara dalam keadaan rapat dan tekanan nafas diaplikasikan kepadanya, pita suara akan tetap merapat, hingga tekanan dibawahnya (tekanan subglottis) mencukupi untuk mendorongnya merenggang. Aliran udara yang mengalir keluar dan mengakibatkan berkurangnya tekanan nafas & menyebabkan pita suara merapat kembali.

    Tekanan kembali dihimpun hingga pita suara dapat direnggangkan kembali, dan siklus ini terus berulang. Besarnya tekanan yang menyebabkan tertutup atau terbukanya pita suara (jumlah getaran perdetik) menentukan tingkat nada dari suara yang dihasilkan.

    2. Teori aerodynamik:
    Teori ini berdasarkan pada Efek Bernouilli yang menyatakan bahwa nafas mengalir melalui glottis pada saat tulang rawan arytenoid dipisahkan oleh aksi otot-otot interarytenoid.

    Menurut Efek Bernouilli, nafas yang mengalir melalui pita suara menyebabkan pita suara tersebut bergetar sebelum arytenoid merapat dengan sempurna. Sewaktu arytenoid tertarik secara bersama hingga merapat, aliran udara ini membuat glottis tertutup dan menghentikan aliran udara hingga tekanan nafas medorong pita suara sampai merenggang dan menyebabkan aliran udara mengalir kembali. Aksi ini menghasilkan suatu siklus yang berulang.

    Perbedaan kedua teori diatas hanyalah terletak pada faktor yang menyebabkan pita suara merapat kembali dalam setiap siklusnya. Teori myoelastis memberikan penekanan pada tekanan otot (elastisitas), sedangkan teori aerodinamis memberikan penekanan pada Efek Bernouilli. Sangatlah mungkin kedua teori tersebut benar dan dapat beroperasi secara simultan dalam menghasilkan dan mempertahankan vibrasi.

    3. Teori Neurochronaxic dari Raoul Husson.
    Teori ini sangat terkenal pada era 1950-an, namun belakangan teori ini telah didiskriditkan. Teori ini menyatakan bahwa: “Frekwensi pada pita suara ditentukan oleh cronaxy syaraf yang berulang, dan bukan karena tekanan nafas atau tekanan otot”. Penganut teori ini menganggap bahwa setiap vibrasi pada pita suara merupakan impuls dari syaraf-syaraf larynx yang bergetar dan bahwa pusat akustik pada otak diatur oleh kecepatan vibrasi pita suara yang dihasilkan. Jika benar, maka teori ini memiliki keuntungan psikologis bagi para penyanyi, sayangnya teori ini tidak pernah disyahkan.


    Karakter Bunyi Suara Yang Baik

    Sebuah prasyarat dalam menentukan kebiasaan fonatori yang baik bagi seorang penyanyi atau pembicara agar dapat memiliki konsep yang valid bagi bunyi suara yang baik. Berikut ini merupakan gambaran ekspresi yang dapat mewakili beberapa karakteristik penting bagi bunyi suara yang baik:

    1. Dihasilkan dengan bebas;
    2. Menyenangkan untuk didengar;
    3. Cukup keras untuk dengar dengan baik;
    4. Kaya, berdering dan memiliki beresonansi;
    5. Memiliki energi yang mengalir lembut dari satu nada ke nada yang lain;
    6. Dihasilkan secara konsisten;
    7. Memiliki vibrasi, dinamik dan hidup;
    8. Ekspresif.

    Berikut ini merupakan daftar karakteristik bunyi suara yang buruk:
    1. Tercekik, dipaksakan atau tegang;
    2. Melengking, parau;
    3. Terlalu keras, menyerupai teriakan atau bentakan;
    4. Serak;
    5. Mengandung nafas;
    6. Lemah, tidak memiliki warna, atau tidak hidup;
    7. Dihasilkan secara tidak konsisten;
    8. Bergetar atau goyang.

    Suara yang indah bermula dari pikiran anda. Jika anda tidak dapat memikirkan sebuah nada yang indah, maka anda tidak akan dapat menghasilkannya. Anda harus belajar untuk membayangkan suatu suara di dalam mata batin anda, serta belajar “mendengarkan”-nya di dalam telinga batin, sebelum anda dapat mewujudkannya.

    Cara terbaik untuk mencapai gambaran mental dari suara yang indah adalah dengan mendengarkan beberapa penyanyi terkenal secara tekun. Anda harus terus mendengarkan pertunjukan panggung dan rekaman penyanyi-penyanyi tersebut hingga anda mampu menampilkan gambaran dari penyanyi yang anda dengarkan.

    Dengan cara ini diharapkan anda dapat meniru karakteristik suara yang baik, seperti yang telah dijelaskan diatas. Hal terpenting dalam membentuk karakteristik suara yang baik adalah menentukan sebuah “model suara” yang dapat dijadikan sebagai sebuah panutan dalam pencarian anda terhadap kualitas suara yang prima.

    Jangan mempolakan diri anda untuk mengimitasi seorang penyanyi tertentu, betapapun baikknya ia menyanyi. Terdapat beberapa alasan mengenai hal ini:

    Pertama, atribut fisik anda (seperti ketebalan dan panjang pita suara, ukuran dan bentuk resonator dll.) pasti sangat berbeda dengan penyanyi yang anda tiru, sehingga anda tidak akan dapat mencapai kualitas suara yang serupa tanpa melakukan pemaksaan ataupun peniruan.

    Kedua, seorang penyanyi yang matang dengan pengalaman dapat melakukan banyak hal dengan suaranya tanpa harus merusaknya, dan hal ini tidak berlaku untuk penyanyi pemula.

    Ketiga, jika anda mempolakan diri anda terlalu serupa dengan seorang penyanyi, anda akan cendrung manjadi imitasi dari penyanyi yang bersangkutan, tanpa memiliki individualitas. Akan lebih bijaksana jika anda mampu memilih sepuluh orang penyanyi yang memiliki katagori suara yang sama dengan anda dan memiliki dan memiliki kelebihan-kelebihan yang dapat anda adopsi sebagai suatu model dalam pembentukan suara anda.

    Tiga Fase Dalam Sebuah Nada Musikal

    Setiap nada musikal dapat dibagi menjadi tiga fase:
    1.       Fase Attack (fase memulai nada);
    2.       Fase Sustention (fase penahanan nada); dan
    3.       Fase Release (fase pengakhiran nada).

    Secara sederhana dapat dikatakan bahwa ketiga fase ini terdiri dari memulai nada, menahan nada dan mengakhiri nada. Setiap fase fungsi yang penting dan memiliki masalah-masalahnya tersendiri.

    • Fase attack: merupakan fase yang sangat penting dalam menyanyi karena memiliki kecendrungan untuk mempengaruhi dua fase lainnya dalam proses menghasilkan suara. Nada yang dimulai dengan baik akan membuka jalan bagi fase penahanan dan fase pengakhiran nada. Nada yang dimulai dengan cara buruk akan menimbulkan dampak serupa pada fase-fase selanjutnya. Awal yang baik berasal dari dalam pikiran penyanyi yang bersangkutan sebelum ia melakukan aktifitas fisik,  termasuk didalamnya adalah persiapan untuk pitch dengan tepat, kualitas nada yang tepat dan tingkat dinamik yang tepat.

    Pitch harus dimulai dengan tepat, tanpa “menyendok” keatas ataupun “tergelincir” kebawah. Untuk dapat melakukannya, seorang penyanyi harus dapat membentuk suatu kebiasaan mendengarkan pitch secara mental sebelum mulai menyanyikan pitch tersebut, dan bukan sewaktu menyanyikannya.

    Sebuah attack yang baik harus terlebih dahulu dipersiapkan, baik secara fisik maupun mental. Sebuah attack yang sempurna baru akan terjadi jika mekanisme penunjang nafas dan pita suara terlibat dalam suatu aksi bersama secara simultan dan efisien, tanpa andanya ketegangan yang tidak diperlukan, ataupun pembuangan nafas secara sia-sia. Jenis koordinasi yang “effortless” ini hanya dapat dicapai jika langkah-langkah persiapan telah dilakukan secara matang. Latihlah fase attack anda dengan menggunakan latihan berikut ini:
    1.     Tariklah nafas seperti saat anda mulai menguap;
    2.     Rasakan adanya pengembangan pada bagian tengah tubuh anda;
    3.     Tahan nafas anda begitu paru-paru anda terasa penuh dan nyaman;
    4.     Mulailah nada dengan terlebih dahulu memikirkan cara menghasilkannya, tanpa usaha fisik yang berlebihan.

    Untuk menghasilkan suara yang baik, tidak diperlukan usaha yang bersifat lokal, seperti menarik perut atas kedalam atau mendorongnya kearah depan. Jika anda telah menarik nafas dengan benar dengan postur yang baik, berarti anda telah menciptakan tunjangan nafas yang cukup untuk menyanyikan setiap nada dalam jangkauan nada (vocal range) anda tanpa perlu melakukan pengaturan kembali secara sengaja.

    Yang diperlukan pada tahap ini adalah gambaran mental yang tepat, pitch yang tepat, kualitas nada yang tepat, serta tingkatan dinamik yang diinginkan. Setelah semua itu terpenuhi, maka aksi refleks akan mengambil alih semua kegiatan tersebut. Jika hasilnya tidak seperti yang anda inginkan, berarti terdapat kesalahan dalam persiapan baik mental maupun fisik. Jangan memaksan penggunaan kekuatan otot yang berlebihan sebagai ukuran yang baku dalam menghasilkan suara yang baik. Pikirkanlah terlebih dahulu nada tersebut sebelum anda menyanyikannya.

    Dalam sebuah attack yang berimbang dan terkoordinasi, rahang haruslah dapat diturun secara bebas sebelum anda menghasilkan suara. Gerakan rahang yang benar adalah turun kearah bawah baru kemudian digerakkan sedikit kearah belakang. Jangan menekan rahang kearah bawah, mendorongnya kearah depan, atau menguncinya dalam suatu posisi, biarkanlah rahang bergerak dengan bebas.

    Jangan memikirkan pita suara anda pada saat anda menyanyi, karena pada dasarnya anda tidak memiliki kendali atas pita suara anda. Akan lebih baik jika anda memikirkan jenis suara yang akan anda hasilkan, dan sensasi apa yang akan anda rasakan pada saat suara seperti itu dihasilkan.

    Walaupun fonasi terjadi didalam larynx, ia akan terasa seperti dihasilkan disuatu tempat didalam kepala anda. Beberapa orang penyanyi menyatakan bahwa suara terasa dihasilkan di langit-langit mulut. Hal seperti ini merupakan sensasi yang baik untuk anda coba, karena sensasi seperti itu akan mengalihkan perhatian anda dari pita suara. Dalam pelajaran menyanyi terdapat sebuah pepatah kuno yang berbunyi: “Penyanyi yang baik adalah penyanyi yang tidak memiliki leher”. Pepatah ini cocok untuk menggambarkan apa yang seharusnya dirasakan oleh seorang penyanyi.

    • Fase Sustention dari suatu nada berlangsung dari saat sesudah nada tersebut dimulai dan saat sebelum nada tersebut berakhir. Durasinya tergantung pada nada yang akan dinyanyikan. Menunjang suatu nada berarti menahan nada tersebut selama yang diperlukan. Berarti menopangnya secara fisik dari arah bawah, membuatnya tetap berbunyi, mempertahankannya atau memperpanjangnya, mempertahankan vitalitas yang terdapat didalamnya. Hal inilah yang seharusnya terjadi selama fase penahanan, dimana energi yang digunakan untuk memulai suara tersebut harus tetap mengalir.

    Mekanisme pernafasan harus melakukan tunjangan terhadap suara dari arah bawah tubuh. Vitalitas suara yang mendapat tunjangan tersebut haruslah tetap terjaga dan terfokus pada suatu tempat di kepala anda. Sebuah suara yang mendapat tunjangan harus tetap berada dalam keadaan stabil dan konsisten, tidak bergoyang, tidak mengalami perubahan dalam kualitas maupun tingkat dinamik, kecuali dalam merespon tuntutan ekspesif dalam musik.

    Hal penting yang harus diingat oleh seorang penyanyi adalah: jangalah sekali-kali menyanyikan nada dengan melakukan sentakan pada nafas. Ada dua faktor yang dapat membantu anda dalam memastikan bahwa energi yang anda hasilkan stabil:
    1.      Pertahankan pengembangan didaerah tengah tubuh selama anda menyanyikan suatu nada;
    2.     Pertahankan postur yang baik dengan cara berdiri tegap dengan punggung yang meregang.

    Sebuah ketegangan berimbang yang terjadi antara otot-otot yang digunakan untuk menghirup nafas dan otot-otot yang digunakan untuk menghembuskan nafas hanya akan terjadi jika anda telah dapat menerapkan postur dan pernafasan yang baik. Hubungan dinamis ini (disebut sebagai tunjangan nafas) merupakan faktor yang penting dalam melakukan tunjangan pada suara.

    Saat melakukan penunjangan pada sebuah nada, bayangkanlah bahwa suara yang anda hasilkan mengalir bebas keluar dari tubuh anda, namun nafas anda seakan tetap tertinggal didalam tubuh anda. Pada kenyataannya, nafas pasti akan mengalir keluar dari tubuh anda, namun harus selambat mungkin. Bayangkan anda tengah berada dalam posisi menghirup nafas sewaktu anda menyanyikan suatu nada, ini akan membantu memperlambat keluarnya nafas dan mempertahankan pengembangan pada bagian tengah tubuh anda. Tenggorokan anda harus terasa rileks dan terbuka dari bagian atas hingga bagian bawahnya. Untuk mendapatkan perasaan seperti itu, pertahankanlah posisi awal menguap. Langit-langit mulut anda harus terasa bergetar seperti jika anda tengah bersenandung. Sensasi ini akan mempengaruhi kualitas suara dan efisiensi dari aksi pita suara anda.

    Tidak perlu melakukan gerakan pada lidah, bibir atau rahang sewaktu melakukan penahanan pada sebuah nada tunggal. Artikulator hanya aktif pada fase pemulaian dan pengakhiran nada, bukan pada fase penahanan nada. Jika suara sudah mulai dihasilkan, lidah, bibir dan rahang telah selesai melakukan tugas utamanya, dalam fase penahanan mereka akan beristirahat hingga tiba fase pengakhiran nada. Salah satu ciri dari penyanyi yang belum berpengalaman adalah melakukan perubahan postur dari alat-alat pengucapannya pada saat menahan sebuah nada. Aksi ini dapat menimbulkan ketegangan yang tidak perlu serta menimbulkan efek yang buruk bagi huruf hidup yang tengah dinyanyikan.

    • Fase Release. Fase pengakhiran sebuah nada memiliki durasi yang sangat singkat dan harus dilakukan secara tegas dan tepat. Fase ini tidak boleh diabaikan, diperlambat atau dipercepat karena fase ini harus dilakukan pada waktu yang tepat dan dengan cara yang benar. Pada kenyataannya, sebuah nada harus diakhiri, namun bukan dengan cara menghilang atau berhenti karena kehabisan energi. Tunjangan nafas yang digunakan untuk memperpanjang nada harus tetap dilanjutkan hingga fase pelepasan nada ini selesai. Jangan biarkan tunjangan anda mengendur sebelum suara selesai dinyanyikan, jika terjadi, hal ini akan mempengaruhi pitch dan kualitas nada yang anda hasilkan.
    Jangan mendahului sebuah release. Berpikir untuk mengakhiri nada terlalu cepat akan menyebabkan tunjangan nafas menjadi terlalu cepat rileks, atau menyebabkan tenggorokan anda menyempit dalam persiapannya untuk menghasilkan sebuah huruf konsonan.

    Sebuah release yang baik seharusnya dilakukan pada saat akhir secara cepat, bersih dan tepat. Lemahnya musikalitas seorang penyanyi merupakan penyebab utama dari release yang buruk. Salah satu keahlian yang harus dimiliki seorang penyanyi adalah kemampuan untuk menghitung nada dengan tepat, karena hanya dengan cara ini ia dapat mengetahui kapan saatnya ia harus memulai, memperpanjang dan mengakhiri sebuah nada.

    Sebagian besar kata dalam bahasa Inggris berakhir dengan huruf konsonan, karenanya konsonan dalam kata berbahasa inggis memiliki fungsi yang sangat vital dalam melakukan release. Sebuah release akan terdengar baik jika sebuah huruf konsonan akhir dapat diucapkan dengan cepat, tegas dan tepat pada waktunya. Sayangnya, banyak penyanyi yang tidak mengindahkan konsonan akhir, sehingga jarang sekali mereka menggunakan energi atau kelincahan yang cukup dalam melakukan release.

    Sebuah huruf konsonan harus dinyanyikan hingga batas akhir hitungan, kemudian diakhiri dengan cara yang cepat, dan tegas. Bayangkanlah bahwa sebuah konsonan akhir merupakan batas akhir dari suatu nada. Jangan mengantisipasi release saat anda baru saja mulai menyanyikan sebuah huruf hidup, tunggulah dan biarkan nada tersebut berbunyi hingga pada saatnya diakhiri dengan konsonan.

    Jangan mencoba untuk menghentikan sebuah nada dengan cara “menjepit” tenggorokan atau dengan memutuskan nafas anda. Sebuah release yang dilakukan dengan cara seperti itu akan menimbulkan ketegangan dan seringkali berakhir dengan suara yang serak. Biarkanlah organ-organ pembentuk suara (bibir, lidah dan rahang) melepaskannya secara alami. Jika sebuah nada berakhir dengan huruf hidup, anda harus tetap mengakhirinya dengan cara yang sama dengan nada yang memiliki huruf akhir konsonan. Teknik menyanyi tidak memiliki cara yang berbeda dalam melakukan dua aksi diatas.

    Pada prakteknya, pita suara dan mekanisme penunjang juga melakukan pelepasan suara tepat bersamaan dengan aksi pelepasan yang dilakukan oleh bibir, lidah dan rahang dalam suatu gerakan yang tersingkronisasi. Karenanya, sangatlah baik bagi bagi seorang penyanyi untuk dapat merasakan bahwa alat-alat pengucapannya memiliki tanggung jawab yang sangat besar dalam fase pengakhiran nada ini.


    KESIMPULAN:

    Fonasi merupakan proses yang sangat terkait dengan pernafasan. Sangatlah mungkin melakukan pernafasan tanpa melakukan fonasi, namun sangatlah mustahil untuk melakukan fonasi tanpa mendapat bantuan dari nafas.

    Dalam fonasi yang ideal dan berimbang, kedua proses tersebut terkoordinasi sedemikian rupa sehingga mampu menghasilkan pitch dan tingkat dinamik yang diinginkan dengan hanya menggunakan usaha minimal dari mekanisme penunjang nafas.

    Dengan kata lain, hanya dengan tekanan udara dan ketegangan pita suara yang sangat berimbang yang dapat menghasilkan vibrasi yang baik tanpa menimbulkan ketegangan yang tidak diperlukan ataupun inefisiensi nafas.

    Tubuh penyanyi harus dilatih agar dapat berfungsi sebagai sebuah kesatuan, dibawah kendali pikiran, bukan sebagai kelompok yang terpisah-pisah yang dikendalikan secara lokal. Aksi yang terkoordinasi merupakan dasar bagi fonasi yang baik.

    Kesalahan Yang Berhubungan Dengan Fonasi   

    Kesalahan dalam fonasi diperkirakan berasal dari tidak berfungsinya mekanisme larynx pada saat penyanyi yang bersangkutan menggunakan “suara asli”-nya. Kesalahan pada fonasi dibagi menjadi dua jenis: hipofungsional dan hiperfungsional.

    ▪    Fonasi hipofungsional, merupakan proses fonasi yang gagal dalam memenuhi tuntutan aktivitas yang dibutuhkan oleh mekanisme larynx. Kesalahan ini sering terjadi pada penyanyi pemula, namun juga dapat disebabkan oleh sebab faktor penuaan usia pada penyanyi yang bersangkutan.

    Kesalahan ini merupakan kesalahan yang paling banyak terjadi pada penyanyi. Penyebab utama dari kesalahan hipofungsional ini adalah tidak cukup tertutupnya glottis pada pita suara secara baik. Dampak dari kesalahan ini adalah timbulnya suara yang bercampur dengan nafas, dimana aliran udara dapat dengan bebas mengalir keluar dari celah dari glottis yang tidak tertutup secara baik tersebut.

    Pada saat pita suara tidak menutup dengan baik, tunjangan nafas akan mendorong udara yang “tidak terpakai” ini melalui celah pada glottis. Nafas yang terbung percumai sama dengan nada yang terbuang percuma, dan hal ini harus dihindari. Udara yang terbuang percuma juga menyebabkan lemahnya pengendalian nafas. Sebuah ban dengan pentil yang rusak akan cepat sekali kempes, seorang penyanyi yang tidak mampu menutup celah glottisnya dengan baik akan cepat sekali kehabisan nafas.

    Seorang pakar vokal terkenal, Van A. Christy menyatakan, “Efficient tone is basic for efficient breath control” (nada yang efisien merupakan dasar bagi pengendalian nafas yang efisien). Dalam konteks ini, nada yang efisien dan aksi pita suara yang efisien merupakan hal yang sinonim).

    Prosedur terbaik bagi perbaikan suara yang bercampur nafas adalah melatih pita suara agar dapat menutup dengan baik. Cara ini tidaklah mudah karena kita tidak memiliki kendali langsung terhadap pita suara. Tidak mungkin kita dapat memerintah interarytenoid dan otot-otot lateral cricoaritenoid untuk menutup glottis secara langsung. Aksi ini harus dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan menggunakan pola-pola pemikiran tertentu serta aksi refleks yang terkondisi dengan baik. Sebagai contoh, berpikir untuk melakukan fase awal menguap akan menyebabkan merenggangnya jarak kedua pita suara. Sebaliknya, berfikir untuk melakukan fase awal bersenandung akan membuat pita suara merapat dan menutup celah glottis. Lakukanlah percobaan berikut ini:

    Hiruplah nafas dalam dengan nyaman dan berfikirlah untuk bersenandung. Anda akan merasakan bahwa mulut dan pita suara anda menutup untuk mempersiapkan aksi bersenandung tersebut (Jika anda menarik otot perut dengan kuat, anda akan merasakan bahwa pita suara anda menahan nafas yang akan keluar).

    Pada saat anda mulai bersenandung, rapatkan gigi anda kuat-kuat dan cobalah untuk merasakan adanya getaran berdengung pada langit-langit mulut anda. Aksi bersenandung seperti ini terkadang menghasilkan kualitas bunyi suara yang kurang baik, yaitu suara yang terdengar bercampur nafas.

    Kini cobalah bersenandung dengan mulut yang tetap tertutup sambil memisahkan gigi anda dengan cara menurunkan rahang bawah anda perlahan-lahan. Cobalah untuk mempertahan-kan getaran pada langit-langit selama mungkin. Aksi bersenandung jenis ini akan menimbulkan perasaan rileks dan akan menghasilkan kualitas bunyi suara yang lebih baik dibandingkan cara yang pertama. Dengan cara ini suara anda tidak akan bercampur dengan nafas jika dihasilkan dengan cara yang benar.

    Cara lain untuk menutup pita suara dengan benar adalah dengan meminta siswa untuk menambah energi pada saat tengah bernyanyi. Pada kebanyakan penyanyi yang kurang berpengalaman, pita suara tidak menutup dengan sempurna karena tubuh tidak cukup bekerja keras dalam menghasilkan suara yang baik. Berikut ini merupakan beberapa penyebab dari kurangnya kerja tubuh dalam menghasilkan suara yang baik:
    1.       Postur yang buruk;
    2.       Pernafasan yang dangkal;
    3.       Kurang baiknya fase penahanan nafas;
    4.       Bernyanyi terlalu lembut (kesalahan konsep tentang kekuatan suara);
    5.       Meniru model suara dari penyanyi yang buruk;
    6.       Kegagalan dalam mengenali kualitas suara yang baik;
    7.       Jarang terlibat dalam kegiatan bermusik.

    Masalah yang berhubungan dengan suara mendesah bukan berasal dari kurangnya penggunaan energi dalam menyanyi. Hal ini dapat diperbaiki dengan beberapa cara. Salah satunya dengan cara meminta siswa untuk menyanyi lebih keras dari biasanya.

    Bersamaan dengan itu, mintalah siswa untuk melakukan gerak mengangkat secara lembut, seperti berpura-pura akan mengangkat sesuatu benda yang agak berat seperti buku tebal, yang diangkat oleh salah satu lengan dari batas pinggang ke atas. Dalam aksi ini, pita suara akan cendrung menutup untuk menunjang gerakan lengan. Jangan mengangkat benda yang terlalu berat karena epiglottis dan kerah larynx (larygeal collar) akan cendrung untuk menutup sehingga menyulitkan proses fonasi.

    Pendekatan lain adalah dengan mengimitasi cara menyanyi seorang penyanyi opera, atau menyanyi dengan cara “dilebih-lebihkan”. Dengan cara ini diharapkan siswa yang bersangkutan dapat memproduksi suara yang lebih hidup dan bulat.

    Cara lain yang dapat ditempuh adalah dengan membentuk postur dan kebiasaan bernafas yang baik bagi siswa yang bersangkutan, atau dengan membuat siswa yang menyadari fungsi dari mekanisme penunjang nafas. Caranya adalah dengan menirukan cara tertawa Santa Claus (Ho, ho, ho), atau meneriakkan kata panggilan seperti, “Hai”, atau dapat juga dengan meminta siswa menyanyi dengan keras seperti jika ia mencoba untuk menyanyi untuk penonton yang berada dibarisan belakang.

    Masalah yang berhubungan dengan kurangnya keterlibatan siswa yang bersangkutan dalam musik dapat ditanggulangi dengan memilihkan lagu-lagu yang dapat direspon secara cepat. Mintalah siswa untuk menghafal syair dalam lagu dan kemudian mengucapkannya secara ekspresif. Cara memberikan sebuah interpretasi terhadap lagu yang bersangkutan dapat dengan cepat memberikan respon yang ekspresif. Cara lainnya adalah dengan memperdengarkan rekaman suara penyanyi dengan lagu yang sama atau serupa. Semua siswa diharuskan memiliki model suara yang ideal, hal ini akan lebih cepat dicapai dengan cara banyak mendengarkan rekaman penyanyi-penyanyi yang ahli.

    Huruf hidup dan konsonan dapat pula digunakan untuk menghilangkan suara mendesah. Huruf hidup yang bersifat frontal (seperti [i], dan [e]) memiliki sifat tegas dalam produksinya dibanding dengan huruf hidup lainnya. Karenanya, huruf-huruf hidup diatas sangat kondusif untuk menghilangkan suara yang mendesah.

    Untuk langkah pertama, berikan siswa latihan vokalisi dengan menggunakan huruf hidup frontal, jika suara mendesah masih terdengar, mintalah ia untuk merapatkan giginya saat melakukan vokalisi tersebut. Posisi rahang yang tertutup rapat ini sebenarnya tidak dianjurkan dalam dalam menyanyi, namun sebagai jalan “jalan pintas” aksi ini dapat memperkuat aksi larynx untuk menghasilkan suara yang terbebas dari desahan nafas. Aksi ini harus dihentikan segera setelah siswa yang bersangkutan telah dapat menghasilkan suara tanpa desah dengan posisi rahang yang rileks.

    Cara lain untuk menghilangkan suara mendesah adalah dengan menggunakan huruf-huruf konsonan nasal seperti: [m], [n], dan [ŋ] yang dikombinasi dengan konsonan yang memerlukan aksi bibir dan/atau lidah yang kuat. Cobalah vokalisi lima buah nada (do, re, mi, fa, sol) secara naik dan turun dengan menggunakan kata seperti: “ding, ding, ding, ding, ding; bum, bum, bum, bum, bum; no, no, no, no, no; wing, wing, wing, wing, wing, ting, ting, ting, ting, ting, dan kata-kata sejenisnya.

    Salah satu atau beberapa dari kata tersebut dapat digunakan sebagai pengganti salah satu kata yang terdapat di dalam lagu. Tingkat efektifitas penggunaan berbagai konsonan diatas akan sangat bervariasi bagi setiap siswa, sangatlah disarankan untuk mencoba beberapa dari kata diatas. Menurut pengalaman, kata, “ding” lebih sering memberikan hasil yang memuaskan.

    Salah satu masalah dalam memperbaiki suara yang mendesah adalah bahwa kebanyakan siswa tidak menyadari akan hal tersebut. Suara seperti ini sudah dianggap sebagai bagian dari suara alaminya, dan bukan dianggap sebagai bunyi nafas. Anda dapat memberitahukannya dengan cara merekam suaranya dengan menggunakan tape recorder dan terus memantau kemajuan yang dicapainya, jika hal ini tidak dilakukan, siswa yang bersangkutan akan tetap kembali pada kebiasaan buruknya.

    Permasalahan lain yang harus diwaspadai adalah bahwa penyebab suara mendesah adalah adanya faktor akil balig pada siswa yang bersangkutan. Ini adalah periode dimana otot-otot interarytenoid tidak dapat atau tidak menutup glottis dengan rapat. Akibatnya terdapat sebuah celah diantara vocal process pada tulang rawan arytenoid. Celah ini sangat umum terjadi pada suara remaja yang mengalami akil balig dan dikenal dengan sebutan mutational chink (celah mutasional).

    Meskipun siswa yang bersangkutan memiliki celah seperti ini, ia masih dapat mengurangi jumlah nafas yang keluar melalui celah tersebut. Anda dapat melakukan perbaikan pada jenis suara seperti ini dengan menggunakan seluruh metode yang telah dijelaskan sebelumnya, namun tetap dengan mengedepankan kehati-hatian. Dalam masalah ini William Vennard menyatakan, “Young singers should not be driven to eliminate this breathiness impatiently”(Untuk para penyanyi muda, proses penghilangan suara mendesah ini jangan dilakukan dengan tergesa-gesa). Suara seperti ini akan hilang dengan sendirinya jika proses perubahan suara dalam dirinya telah berakhir.

    Jika semua metode yang telah dilakukan tidak membawa hasil, masih terdapat satu cara lagi yang dapat ditempuh. Cara yang satu ini tergolong ekstrim, yaitu dengan meminta siswa yang bersangkutan untuk membuat suara yang tercekik atau tegang. Karena banyak metode yang digunakan tidak membuahkan hasil, maka anda harus melakukan sesuatu yang dapat menimbulkan ketegangan yang cukup untuk dapat menutup pita suaranya dengan baik. Pada kenyataannya, cara ini mengandung resiko cidera yang besar karena adanya ketegangan yang berlebihan pada saat bersuara, dan cara ini juga bukan dimaksudkan untuk menggantikan suatu kebiasaan buruk dalam menyanyi dengan kebiasaan buruk lainnya. Namun demikian, seseorang yang memiliki suara mendesah secara terus-menerus akan jarang sekali mengalami cidera saat pertama kali mencoba untuk menggunakan suara yang tercekik; biasanya mereka akan cendrung mendekati situasi suara yang berimbang ketimbang suara yang tercekik. Saran berikutnya yang mungkin akan berhasil adalah meminta siswa yang bersangkutan untuk menirukan gaya penyanyi country dengan “youdel”-nya. Pendekatan-pendekatan yang memacu ketegangan seperti diatas tidak dimaksudkan untuk dipergunakan dalam jangka waktu yang lama dan harus segera diakhiri begitu siswa yang bersangkutan telah mengalami kemajuan dalam suaranya.



    Rangkuman Prosedur Perbaikan Untuk Jenis Suara Mendesah (Hipofungsional)

    1.  Bersenandung (dengan vibrasi pada langit-langit mulut);
    2.  Menggunakan energi yang lebih besar dengan cara menyanyi lebih keras;
    3.  Menggunakan energi yang lebih besar dengan latihan mengangkat beban;
    4.  Menirukan gaya penyanyi opera;
    5.  Menanamkan kebiasaan berpostur dan bernafas yang baik;
    6.  Mengaktifkan mekanisme penunjang nafas dengan melakukan latihan-latihan;
    7.  Menyanyi untuk barisan penonton paling belakang dari auditorium;
    8.  Memiliki keterlibatan yang kuat dalam musik;
    9.   Membentuk suara yang ideal dengan cara mendengarkan penyanyi-penyanyi yang baik;
    10. Melakukan vokalisi dengan menggunakan huruf hidup frontal;
    11. Melakukan vokalisi dengan menggunakan konsonan nasal;
    12. Menirukan suara tercekik.

    ▪  Suara Desah yang Dipaksakan.   
     Dalam permasalahan suara yang mengandung nafas (breathy voice) terdapat sebuah jenis masalah yang memerlukan penjelasan khusus karena adanya faktor-faktor yang komplikatif didalamnya, jenis ini dikenal dengan suara desah yang dipaksakan.

         Komplikasi yang terdapat didalam masalah jenis ini berasal dari rendahnya fungsi mekanisme pada larynx yang diikuti dengan rendahnya fungsi mekanisme penunjang nafas. Perbaikan yang ditujukan pada salah satu faktor dapat memperburuk faktor lainnya. Menarik otot-otot perut dapat menghasilkan tekanan udara yang besar pada larynx karena pita suara tidak menutup dengan baik sehingga udara akan menekan pita suara dengan derasnya. Pendekatan terbaik dalam memperbaiki jenis kesalahan seperti ini adalah melakukan pendekatan pada mekanisme penunjang nafas terlebih dahulu melalui metode-metode yang telah dijelaskan sebelumnya, barulah kemudian melakukan perbaikan pada proses fonasi yang mendesah dengan menggunakan metode yang terdapat pada daftar diatas. Hindari metode-metode yang mungkin akan mengakibatkan timbulnya tunjangan nafas yang berlebihan seperti pada nomer 2, 3, 4, 6, 7, dan 8.

    ▪  Fonasi Hiperfungsional,
    Fonasi hiperfungsional dapat didefinisikan sebagai: terdapatnya aksi fonasi yang berlebihan pada mekanisme larynx sehingga menyebabkan suara yang terdengar tegang, keras dan serak.

    Penyebab utama dari masalah ini adalah adanya ketegangan yang berlebihan didalam pita suara yang terkadang berasal dari ketegangan pada otot-otot larynx dan daerah sekitarnya. Jika suatu proses fonasi disertai dengan tunjangan nafas yang bersifat hiperfungsional, suara yang dihasilkan akan terdengar parau, melengking, serak, kasar, tertarik bahkan tercekik.

    Jika dilakukan dalam jangka waktu yang lama atau dilakukan secara ekstrim, fonasi hiperfungsional dapat menimbulkan berbagai macam permasalahan yang kemungkinan memerlukan perawatan secara medis. Banyak penyanyi yang tidak menyadari bahwa pada dasarnya kesalahan yang dideritanya termasuk dalam apa yang dalam bidang vokal disebut sebagai “vocal cripples” atau kecacatan vokal, sehingga penyanyi yang bersangkutan bantuan seorang dokter spesialis THT untuk memperbaiki masalah dalam organ menyanyinya.

    Sangat disarankan bagi setiap guru vokal untuk dapat mengenali gejala-gejala dari apa yang sering disebut sebagai, “vocal abuse” (penyalahgunaan suara) atau “vocal misuse” (kesalahan dalam menggunakan suara), sehingga dapat dengan segera memberikan saran pada siswa yang bersangkutan untuk berkonsultasi pada dokter ahli THT.

    Dalam masalah ini mungkin saja siswa tidak mengalami kesalahan yang bersifat organik atau kesalahan yang mengakibatkan konsekuensi serius, karena instrumen vokal manusia pada dasarnya sangat tahan menghadapi berbagai macam penyalahgunaan suara yang dibebankan kepadanya. Namun begitu, tetap saja diperlukan saran dari seorang dokter ahli. Semakin dini pencegahan dapat dilakukan, semakin besar kemungkinan untuk memperbaikinya. Dalam situasi seperti ini, pertolongan seorang guru sangat dibutuhkan dalam mengajarkan siswa yang bersangkutan mengenai pembentukan kebiasaan bernyanyi yang baik sehingga problem yang terjadi dapat diperbaiki sesegera mungkin.

    Gejala yang sering terjadi pada kesalahan dalam penggunaan suara adalah terdengarnya keserakan pada suara. Morton Cooper menyatakan bahwa keserakan merupakan kualitas yang paling sering ditemui dalam vokal klinis. Keserakan merupakan fenomena yang umum ditemui, namun tidak memiliki gejala yang spesifik. Penyebabnya dapat berhubungan dengan alergi, infeksi karena virus, laryngitis, pertumbuhan pita suara, pengobatan, perubahan temperatur, sinusitis, polusi udara, kesalahan dalam penggunaan suara dan banyak lagi lainnya.

    Penyebab dari keserakan hanya dapat ditentukan oleh seorang dokter yang ahli, namun seorang guru vokal harus dapat mengenali bahwa keserakan yang terjadi pada suara siswanya merupakan sebuah tanda bahaya dan dapat memperingati siswa yang bersangkutan. Jika keserakan terjadi dalam jangka waktu yang lama, terjadi hampir disetiap kali siswa yang bersangkutan menyanyi dalam jangka waktu yang agak lama, atau terdapat keserakan dalam suara berbicaranya, nasihat terbaik bagi siswa tersebut adalah segera mendatangi seorang laryngologis.

    Gejala umum lainnya dari kesalahan dalam penggunaan suara adalah menyempitnya wilayah nada setelah penyanyi yang bersangkutan menyanyi untuk beberapa menit. Hal ini sering terjadi pada penyanyi yang memiliki wilayah nada yang cukup luas (biasanya penyanyi yang bersangkutan kehilangan nada-nada tertingginya, nada-nada terendahnya atau kedua-duanya). Tapi hal ini dapat juga terjadi pada nada-nada tengah, terutama pada wanita. Ini merupakan suatu indikasi dari terlalu banyaknya ketegangan sehingga suara mulai kehilangan fungsi normalnya jika digunakan dalam jangka waktu tertentu.

    Suara yang dihasilkan dengan baik akan mempunyai daya tahan yang baik. Tidak pernah ada kondisi yang disebut sebagai “overuse” (penggunaan suara secara berlebihan) dalam berbicara, jika suara berbicara digunakan secara benar. Kutipan dari West, Ansberry dan Carr menyatakan, “No amount of vigorous vocalization can damage the edges of the vocal folds if the voice is properly used”(Vokalisi yang dilakukan dengan sering tidak dapat merusak tepi pita suara jika suara digunakan dengan benar). Ia mengidentifikasikan kesalahan dalam penggunaan suara sebagai kurangnya pengetahuan mengenai menyanyi dengan baik, kurangnya pelatihan vokal yang baik, buruknya model vokal yang dimiliki, kesulitan emosi, dan/atau masalah-masalah psikologis. Jika seorang penyanyi sering kehilangan wilayah nadanya, atau bahkan kehilangan suaranya setelah menyanyi, itu merupakan sebuah indikasi kuat bahwa penyanyi tersebut kurang mendalami pengetahuan dan/atau teknik vokal. Penyanyi seperti ini sangat membutuhkan seorang guru yang kompeten dibidangnya.

    Gejala yang sering ditemukan dalam proses fonasi yang tertekan adalah terbatasnya atau tidak terdapatnya vibrasi – sering disebut sebagai “nada lurus”. Tidak adanya vibrato pada suara disebabkan oleh larynx yang mengalami ketegangan.

    Beberapa faktor yang menjadi kontributor pada fonasi hiperfungsional dan yang berhubungan dengan masalah-masalah vokal adalah:

    1. Menyanyi dalam klasifikasi suara yang salah, terutama pada tesitura yang terlalu tinggi;
    2. Berbicara dibawah atau diatas tingkat nada yang optimal;
    3. Menyanyi atau berbicara pada lingkungan yang ramai;
    4. Kebiasaan menyanyi atau berbicara terlalu keras atau dengan menggunakan kekuatan yang terlalu besar;
    5. Menjerit, berteriak atau memekik;
    6. Memiliki konsep tunjangan nafas yang salah;
    7. Teknik pernafasan yang salah;
    8. Ketegangan dan kekakuan pada postur;
    9. Memiliki model suara yang salah;
    10. Ketegangan yang berasal dari masalah psikologis – rasa ketakutan, inferioritas, tidak aman, malu dan lain sebagainya.


    Prosedur Perbaikan Untuk Fonasi Hiperfungsional.

    Tujuan utama dari prosedur perbaikan ini adalah menghilangkan ketegangan yang berlebihan pada larynx. Karenanya, prosedur perbaikan ini harus dilaksanakan dengan teknik-teknik rileksasi. Disarankan juga agar guru vokal dapat menciptakan suatu suasana kelas yang dapat membuat siswa merasa rileks, sebuah suasana yang didasari oleh pemahaman yang simpatik dan perhatian yang tulus dalam memenuhi kebutuhan siswa. Prosedur perbaikan dapat dimulai dengan menerapkan rileksasi pada tubuh siswa. Pada tahap ini anda dapat menerapkan teknik-teknik yang telah dijelaskan sebelumnya.

    Langkah pertama ialah: melakukan latihan-latihan pelenturan dan peregangan seperti: memutarkan kepala, menganggukkan kepala, memutar bahu, menggunggangkan lengan dan tangan, latihan-latihan untuk melemaskan rahang, bibir, lidah dan lain sebagainya. Langkah kedua adalah: mengamati postur siswa, memeriksa dengan seksama kelurusan serta kesalahan-kesalahan yang ditimbulkan oleh adanya ketegangan pada postur.

    Penyebab terjadinya ketegangan pada larynx biasanya disebabkan oleh pernafasan yang salah dan tunjangan nafas yang terlalu besar. Meskipun tampaknya pernafasan dan tunjangan nafas benar, guru harus tetap memeriksanya pada saat siswa yang bersangkutan menyanyi. Periksalah pengembangan yang terjadi pada bagian tengah tubuh siswa, pengaturan tunjangan nafas, dan cara mulai menyanyikan nada tanpa menarik bagian perut. Beberapa orang siswa mungkin dapat melakukan hal-hal tersebut pada saat ia tidak menyanyi, namun ia tetap akan memiliki kecendrungan untuk menghasilkan ketegangan pada saat ia menyanyikan nada-nada tinggi atau kalimat-kalimat panjang. Selalu terdapat godaan untuk menghirup nafas terlalu banyak dan menyimpannya didalam dada yang kesemuanya ini hanyalah merupakan suatu usaha yang sia-sia dalam menciptakan sistem penunjang nafas yang baik.

    Membuat sebuah attack yang proporsional akan sulit dilakukan oleh orang yang memiliki ketegangan pada pita suara. Kecendrungan untuk memulai fonasi yang diiringi dengan letupan udara merupakan hasil dari glottis yang tertutup rapat dengan tekanan nafas yang meningkat sehingga pita suara terpisah secara kasar. Jenis attack seperti ini dikenal sebagai hard attack (attack yang kuat) atau tight attack (attack yang sempit), dan letupan udara yang menyertainya disebut sebagai glottal plosive (ledakan glottal) atau glottal attack (attack glottal). Attack yang keras merupakan sebuah gejala dari terdapatnya ketegangan pada larynx. Jika ketegangan ini terjadi telalu kuat, ia dapat merusak membran sensitif yang melindungi pita suara, serta menimbulkan ketegangan pada otot-otot larynx. Gesekan yang terjadi di vocal process pada saat tulang rawan-tulang rawan tengah berdekatan, serta ledakan glottal yang berulang-ulang dapat menghasilkan luka pada tulang-rawan tersebut. Vocal misuse dan vocal abuse merupakan faktor terbesar yang dapat menimbulkan terjadinya vocal nodules, polyps dan polypoid. Berdasarkan kenyataan inilah, maka seorang siswa haruslah terampil dalam menghasilkan suatu attack yang lembut dan berimbang.

    Rahasia dari attack yang berimbang terletak pada adanya sinkronisasi antara tekanan nafas dengan penutupan glottis. Dalam attack yang sempit, pita suara berada dalam keadaan menutup terlebih dahulu baru kemudian tekanan nafas diaplikasikan. Dalam attack yang berimbang, nafas mengalir melalui pita suara sebelum pita suara mulai menutup. Dalam hal ini nafas dan pita suara beraksi secara simultan dalam menghasilkan suara yang bersih tanpa adanya ketegangan atau nafas yang terbuang percuma. Siswa harus selalu didorong agar terus berlatih menghasilkan attack yang lembut hingga pada akhirnya hal tersebut dapat menjadi suatu bagian yang aman dari teknik bernyanyinya.
    Berikut ini adalah latihan rutin yang dirancang untuk tujuan tersebut:

    Pertama, lakukan latihan rileksasi (seperti: memutar kepala, bahu dll.) untuk melemaskan otot-otot anda. Kemudian berdirilah di depan cermin dan perhatikan diri anda secara seksama apakah terlihat adanya tanda-tanda ketegangan pada tubuh anda. Sebelum anda mulai menghasilkan suara, ingatlah untuk selalu menghadirkan bayangan pitch, tingkat dinamik dan kualitas suara yang akan anda hasilkan terlebih dahulu. Kemudian hiruplah nafas dengan santai seperti yang anda lakukan pada saat awal menguap, kembangkan bagian tengah tubuh anda dan tahanlah nafas begitu paru-paru anda telah terasa penuh. Disaat anda akan memulai fonasi, biarkalah sistim penunjang nafas anda yang melakukannya dengan cara memulai nada hanya dengan memikirkan cara melakukannya. Berhati-hatilah untuk tidak menarik daerah perut anda secara sengaja. Sebutkan kata “wan” beberapa kali dengan memperpanjang konsonan “n” dan menyambungkannya dengan kata berikutnya secara tidak terputus. Pusatkan perhatian anda pada sensasi “getar” dari bunyi “n” dan sensasi suara yang dihasilkan setelah mengucapkan konsonan tersebut. Kemudian lakukan latihan tersebut kembali, namun kini tingkat nada menyanyi anda digantikan dengan tingkat nada berbicara. Jangan menarik bagian perut atau melakukan penekanan (aksen) pada setiap suku kata, biarkanlah setiap kata yang dihasilkan mengalir dan bersambung dan biarkan setiap “n” membawa nada suara anda ke kata berikutnya. Ulangi kembali latihan diatas dengan menggunakan kata “no, no, no” kemudian “ni, ni, ni” dan terakhir dengan menggunakan “nu, nu, nu”.

    Guru harus selalu memonitor latihan ini hingga siswa dapat menghilangkan ketegangan pada larynxnya dan tidak mensuplai nafas terlalu banyak ke larynx. Mintalah siswa untuk membayangkan bahwa nada yang dihasilkannya dimulai di dalam kepalanya, bukan pada larynxnya. Cara ini akan membantunya untuk mengalihkan perhatian pada aktifitas larynx. Tekankan padanya tentang perlunya mempertahankan posisi awal menguap saat menyanyi, karena cara ini akan membantunya untuk menyanyi dengan rileks. Ini disebabkan karena larynx berada pada posisi terbaiknya pada saat menyanyi.

    Huruf hidup (vokal) dan konsonan dapat digunakan untuk memperbaiki suara yang tercekik. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa huruf hidup frontal dapat digunakan untuk menghilangkan desahan nafas pada suara, sedangkan huruf-huruf belakang yang dihasilkan dengan memajukan bibir (seperti [o], dan [u]) merupakan huruf hidup yang memiliki ketegangan yang lebih kecil dibandingkan dengan huruf hidup frontal. Karenanya, huruf hidup jenis ini dapat digunakan untuk menghilangkan ketegangan pada daerah larynx. Kombinasi huruf hidup ini dengan aksi awal menguap merupakan aksi yang paling efektif untuk menghilangkan tensi pada larynx. Untuk mengurangi ketegangan pada rahang, serta untuk dapat menghasilkan suara yang bebas, mulailah menyanyikan huruf hidup ini dengan menggunakan bantuan konsonan “y” atau “m”, seperti: “yu”, “yu”, “yu”; “mu”, “mu”, “mu” dan lain sebagainya.

    Indikator utama dari adanya ketegangan pada larynx adalah hilangnya vibrasi pada suara. Ketegangan ini hanya dapat dihilangkan jika anda telah dapat mengaplikasikan sistem penunjang nafas dengan baik. Dengan terbentuknya suatu sistem penunjang nafas yang baik, vibrasi pada suara akan muncul dengan sendirinya sebagai dampak yang positif. Jika anda vibrasi tidak juga muncul, maka anda harus menerapkan teknik-teknik khusus yang dapat digunakan untuk merangsang timbulnya vibrasi.

    Pendekatan lain yang dapat anda gunakan untuk menghilangkan fonasi yang tercekik ini adalah dengan menggunakan penggunaan efek nafas untuk menghasilkan suara. Teknik ini diperkenalkan oleh William Vennard dengan cara meminta siswanya untuk memulai sebuah suara dengan konsonan [h] yang berlebihan dan diikuti dengan pengucapan huruf hidup secara tegas dan bersih. Cara memulai fonasi seperti ini harus kurangi secara bertahap, seiring dengan membaiknya cara attack siswa yang bersangkutan. Selanjutnya konsonan [h] hanya dilakukan secara imajinatif saja. Seorang ahli vokal, WilliamVennard sering menggunakan latihan yang ia dinamakan “tanda-menguap” untuk menunjang teknik ini. Caranya mudah, mintalah siswa mengeluh seperti pada saat mereka kelelahan. Dengan cara ini siswa akan mengalami tiga fase perubahan suara: dari suara yang tercekik, menjadi suara yang mengandung nafas dan pada akhirnya menjadi suara yang benar.


    KESIMPULAN DARI PROSEDUR PERBAIKAN:

    Bagi Fonasi Yang Tercekik (Hiperfungsional)
    1. Melakukan latihan rileksasi pada seluruh tubuh;Menciptakan suasana kelas yang kondusif untuk menciptakan rasa nyaman dan percaya diri pada siswa;
    2. Membentuk postur yang baik dan kebiasaan bernafas yang baik, jika diperlukan;
    3. Mengurangi ketegangan yang berlebihan pada mekanisme penunjang nafas;
    4. Mempertahankan posisi awal menguap;
    5. Melakukan latihan-latihan untuk  menghasilkan attack yang berimbang dan halus;
    6. Membuat siswa mengerti akan jenis suara yang akan dicapai;
    7. Melakukan vokalisi dengan menggunakan huruf hidup dengan bibir menonjol kedepan (huruf hidup belakang);
    8. Melakukan vokalisi  dengan menggunakan konsonan yang dapat memantu membebaskan rahang;
    9. Dengan menggunakan efek desah nafas pada saat memulai fonasi.


    (Disadur dari buku: "THE DIAGNOSIS & CORRECTION OF VOCAL FAULTS" - James C. McKinney) oleh Charles Nasution